Sudah menjadi ketentuan Allah bahwasanya manusia akan melewati tahapan-tahapan dalam perjalanannya menuju Allah. Dari alam ruh kita dipindahkan ke alam rahim hinga akhirnya hiduplah orang-orang yang dilahirkan dalam keadaan hidup dan matilah bayi-bayi yang mati sebelum menghirup nafas di bumi ini. Ternyata kehidupan didunia ini pun tak berlangsung lama, hanya 60-70 tahun saja kemudian kita semua akan mati dan ruh kita berpindah ke alam barzakh (kubur) dan seterusnya untuk melangsungkan perjalanan selanjutnya menuju Allah, hingga kita sampai pada suatu hari yang Allah firmankan: “Di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”(As-Syu’ara: 88-89)
Allah pun jauh-jauh hari telah memperingatkan kita dengan firmannya
“Adapun orang yang melampaui batas, Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, Maka Sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya”. (An-Nazi’at: 37-41)
Kita semua yakin bahwa alam akhirat itu ada, karena demikianlah ciri-ciri orang yang beriman yang Allah sebutkan dalam firmannya: “Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat.” (Al-Baqarah: 4)
Dalam kehidupan dunia ini, kita dihadapkan pada berbagai macam cobaan termasuk diantaranya cobaan kenikmatan dunia. Memang suatu hal yang cukup manusiawi jika manusia memiliki kecenderungan atau rasa suka terhadap hal-hal duniawi. Allah berfirman: “Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik surga.” (Ali-Imran: 14)
Namun kemudian Allah menegaskan bahwa semua kenikmatan tersebut tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kenikmatan di sisi-Nya, yaitu kenikmatan yang kekal abadi, bukan kenikmatan yang tak ubahnya seperti fatamorgana seperti kenikmatan dunia ini “kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali-Imran: 85)
“Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan Sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang kekal.“(Al-Mukmin: 39)
Kenikmatan dunia itu beraneka ragam. Masing-masing mengandung nilai godaan dengan kapasitas yang berbeda-beda pula. Harta dan anak menempati posisi unggulan sebagai bagian duniawi yang demikian menggoda. Allah telah memperingatkan tentang goadaan tersebut delam firmannya: “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Al-Anfal: 28)
Begitulah dunia, tidak ada nilainya disisi Allah yang maha pencipta. Dan begitu pula seharusnya manusia memandangnya. Rasulullah bersabda,”Seandainya dunia ini disisi Allah hanya senilai sayap nyamuk, maka Allah tidak akan memberi orang kafir seteguk air sekalipun.(H.R Tirmidzi ia berkata hadits ini hasan ghorib)
Itulah sebabnya Allah melarang kita memandang kehidupan “manusia-manusia dunia” sedemikian takjubnya. Karena batas hidup mereka adalah kematian: “Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. (Thoha: 131)
Ketika kita membicarakan orang-orang sholih maka buanglah jauh-jauh sikap menganggap suci diri sendiri, sehingga seolah-olah selalu saja kita merupakan bagian dari manusia-manusia sholih tersebut. Sebaliknya ketika membicarakan tentang peringatan mengapa hati kita selalu tertuju kepada orang lain seakan akan kita tak masuk kedalam orang yang diberi peringatan.
Indah sekali ucapan Abdullah Ibnu Mubarak
أحب الصالين ولست منهم وأرجو أن أنال منهم الشفاعة
وأكره من شجيته المعاصي ولو كنا سواء في البضاعة
Aku mencinta orang-orang yang shalih walau aku bukan termasuk dari mereka
Aku cintai mereka semoga aku memperoleh syafaat
Dan aku benci dengan orang yang selalu mengobral maksiat
Walau sebenarnya aku memiliki kebiasaan yang sama dengan mereka.
Mengetahui sikap mereka terhadap dunia amatlah perlu, agar kita sedikit memperbaiki sudut pandang kita yang sudah sangat kacau terhadap kehidupan dunia ini. Hal ini sangat perlu , karena ternyata saat kita kehilangan sedikit saja harta dunia, bagi kita sudah menjadi musibah yang kolosal layaknya. Kenapa saat kita gagal mempertahankan keuntungan yang rutin dalam usaha kita, kita anggap seakan sebuah malapetaka hebat. Ungkapan-ungkapan orang sholih tersebut paling tidak dapat menegur kita kalau-kalau ternyata kita sudah terlalu rakus terhadap dunia.
Dalam kitab Az-Zuhd karya Imam Ahmad, Hasan Al-Bashri pernah berkata:”Aku pernah berjumpa dengan sekelompok orang yang tidak pernah merasa gembira dengan bagian dunia apa pun yang mereka peroleh, dan merekapun tidak pernah merasa sedih bila kehilangan sebagian dari bagian dunia mereka.”
Abdullah bin Umar juga menyatakan,” Sesungguhnya dunia adalah surga kaum kafir dan penjara bagi orang beriman. Ruh seorang mukmin yang dikeluarkan dari tubuhnya seperti orang yang baru keluar dari penjara, ia akan melayang gembira sesuka hatinya.”
Maka jadilah kita seperti orang asing atau musafir yang sama sekali tidak tinggal menetap, siang dan malam baginya adalah proses mengumpulkan perbekalan untuk pulang kekampung halaman, yaitu akhirat.
Jangan salah sangka, bahwa mengharapkan kebaikan akhirat berarti melupakan sama sekali kehidupan dunia. Bukan demikian konsep yang diinginkan Allah dan Rasulnya. Allah berfirman : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qoshosh: 77)
Aplikasi lugas dari konsep ini adalah ketika seorang muslim menjadikan dunia digenggamannya, ia menguasainya bukan sebaliknya dikuasai oleh dunia. Cukuplah dunia tersebut berada ditangannya tapi tidak pernah dia biarkan bersemayam dihatinya. Karena sesuatu yang kita pegang tentu akan mudah untuk kita lepaskan jika ia sudah membahayakan, sebaliknya sesuatu yang sudah merasuk kehati akan sulit untuk di angkat darinya. Sejarah telah mencatatat orang orang seperti ini. Lihatlah Abu Bakar, Umar -Radhiallahu’anhuma- Mereka sangat mudah menginfakkan setengah hartanya bahkan seluruh hartanya karena melihat ada keuntungan akhirat yang berlipat-lipat ketika mereka menginvestasikan harta mereka tersebut di jalan Allah. Lagi-lagi, mereka masih hidup didunia, mereka menguasainya, namun jiwa dan cita-cita mereka telah terbang melayang ke alam akhirat sehingga mereka menjadi orang-orang yang paling berbahagia.
Jika kita kaum muslim bersikap demikian sungguh kita akan kembali memimpin dunia dan diangkat dari kehinaan yang telah lama menimpa kita. Kita tidak lagi takut mati dan tidak lagi begitu tergila-gila dengan dunia. Bagaimana mungkin orang-orang kafir yang takut mati dan gila dunia itu dapat melawan orang-orang yang cita-citanya adalah kematian di jalan Allah demi kebahagiaan yang abadi di akhirat kelak. Saya tutup nasihat ini dengan sebuah hadits yang berisikan peringatan kepada kaum muslimin agar mereka tidak terjatuh dalam kehinaan yang sama.
Dari Tsauban ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “ Akan terjadi masa dimana umat-umat diluar islam berkumpul disamping kalian wahai umat islam. Sebagaimana berkumpulnya orang-orang yang menyantap hidangan. Lalu seorang Sahabat bertanya: ‘Apakah kami pada saat itu sedikit wahai Rasulullah? “Beliau menjawab: “Tidak. Bahkan ketika itu jumlah kalian banyak. Akan tetapi kalian ketika itu bagaikan buih dilautan. Ketika itu Allah hilangkan dari musuh-musuh kalian rasa segan dan takut terhadap kalian dan kalian tertimpa penyakit wahn. Sahabat tadi bertanya lagi : ‘wahai Rasulullah apa yang baginda maksud dengan wahn itu? , Rasulullah menjawab: “cinta dunia dan takut mati. (H.R.Abu Dawud. Shohih lighairihi)
[ disarikan dari buletin at-Tauhid, ditulis oleh : Akh Ichsan Mufti ]